Sunday 5 April 2015

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MENURUT “IBNU TAIMIYAH”


Nama lengkapnya adalah Taqi al-Din Ahmad bin Abd. Al-Halim bin Abd Salam bin Taimiyah. Ia lahir di Harran 22 januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661)[1]. Ayahnya Abdal-Halim, pamannya Fakhruddin dan kakeknya Majduddin merupakan ulama besar dari mazhab Hambali. Keluarganya mengungsi dari tempat kelahirannya tahun 1262 M, menjlang kedatangan pasukan Mongol dan mengungsi di Damaskus. Saat itu, ia berusia 7 tahun.
Ibnu Taimiyah menyelesaikan pendidikannya dalam bidang yurisprudensi (fiqh), hadis nabi, tafsir al-Quran, matematika dan filsafat pada usia yang sangat muda. Diantara gurunya adalah syamsudin al- Maqdisi, ibnu al-Yusr, al-kamal bin abd Majid, Yahya bin al-Shairafi, Ahmad bin abu al-Khair dan yang lainnya.
Ibnu Taimiyah membahas prinsip-prinsip masalah ekonomi dalam dua buka, yaitu; al Hisbah fi al Islam (Lembaga Hisbah dalam Islam) dan al Siyasah al Syar’iyyah fi Ishlah al Ra’I wa al Ra’iyah (Hukum Publik dan Privat dalam Islam). Dalam buku pertama, ia banyak membahas tentang pasar dan ntervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi. Dalam buku kedua, ia membahas maslah pendaptan dan pembiayaan publik.
Ia juga dikenal sebagai seorang pembaharuan, dengan pengertian memurnikan ajaran Islam agar tidak bercampur dengan hal-hal yang berbau bid’ah. Diantara elemen gerakan reformasinya, adalah: pertama, melakukan reformasi melawan praktek-praktek yang tidak islami. Kedua, kembali kearah prioritas fundamental ajaran Ilam dan semangat keagamaan yang murni, sebaliknya memperdebatkan ajaran yang tidak pundanmental dan sekunder.Ketiga, berbuat untuk kebaikan public melalui intervensi pemerintah dalam serta menjaga mereka dari sikap eksploitatif dan mementingkan diri sendiri[2].

A. PASAR YANG SEHAT MENURUT IBNU TAIMIYAH[3]
Ibnu taimiyah jelas tidak pernah memebaca wealth of nations karena ia hidup lima abad sebelum kelahiran adam smith, namun, ketika masyarakat pada masanya beranggapan bahwa peningkatan harga merupakan akibat ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari pihak penjual atau mungkin sebagai akibat manipulasi pasar, taimiyah langsung membatahnya. Dengan tegas ia mengataka bahwa harga ditentukan oleh  kekuatan penawaran dan permintaan. Ia menyataka bahwa naik dan turunya harga tidak selalu disebabka oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Bisa jadi penyebabnya adalah penwaran yang menurun akibat inefisiensi produksi, penurunan jumlah impor barang-barang yang diminta atau juga tekanan pasar, menurut taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubaha  dalam penawaran digambarkan sebagai  peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besarnya kecilnya kenaikan harga bergantung  pada besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan,kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah  (Ibnu Taimiyah, al-Hisbah fi al-Islam,24). Hal tersebut menunjukkan sifat pasar yang impersonal. Dibedakan pula dua faktor penyebab pegeseran kurva penawaran dan permintaan, yaitu tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan melanggar hukum dari penjual, misalnya penimbunan.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi penawaran dan permintaan antara lain adalah intensitas dan besarnya kelangkaan atau melimpahnya barang, kondisi kepecayaan, serta diskonto dari pembayaran tunai.
Ibnu taimiyah mengemukakan antara relevansi antara kredit terhadap penjualan. Implikasinya yaitu transaksi kredit merupakan hal yang wajar. Ketika menetapkan harga, para penjual harus memperhitungkan ketidakpastian pembayaran pada masa mendatang. Ia juga menengarai kemungkinan penjual menawarkan diskon untuk transaksi tunai. Argumen Ibnu Taimiyah bukan hanya menunjukkan kesadarannya mengenai kekuatan penawaran dan permintaan, melainkan juga perhatiannya pada insentif, disensitif, ketidakpastian, dan risiko yang terlibat dalam transaksi pasar. Keduanya menunjukkan kontribusi yang berarti terhadap analisis ekonomi,  perlu dicatat disini bahwa Ibnu thaimiyah tidak pernah menggunakan istilah kompetisi (konsep yang muncul pada akhir evolusi pemikiran ekonomi). Ataupun menjelaskan kondisi dari kompetisi sempurna dalam istilah kontemporer. Lebih jauh ia mengkritik adanya kolusi antara pembeli dan penjual ia menyokong homogenitas dan standardisasi produk dan melarang pemalsuan produk serta penipuan pengemasan produk untuk dijual . penekanannya terhadap pasar dan komoditas seperti juga kontrak jual beli bergantung pada izin.
Ibnu thaimiyah menentang peraturan yang berlebihan ketika kekuatan pasar secara bebas bekerja untuk menentukkan harga yang kompetitif. Dengan tetap memperhatikan pasar tidak sempurna,ia merekomendasikan bahwa bila penjual melakukan penimbunan dan menjual denga harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga normal,padahal orang-orang membutuhkan barang ini,maka penjual diharuskan untuk menjualnya pada tingkat harga ekuivalen. Secara kebetulan, konsep ini bersinonim dengan apa yang disebut harga yang adil, lebih jauh, bila ada elemen-elemen monopoli (khususnya dalam pasar bahan makanan dan kebutuhan pokok lainnya), pemerintah harus turun tangan melarang kekuatan monopoli.

B. MEKANISME PASAR
Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran.Dalam pengertian ini, pasar bersifat interaktif, bukan fisik. Adapun mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran[4]. Pertemuan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) dinamakan equilibrium price (harga keseimbangan).
Ibnu Taimiyah juga memiliki memiliki pandangan tentang pasar bebas, dimana suatu harga dipertimbangan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.Ia mengatakan; “Naik turunnya harga tak selalu berkait dengan kezhaliman (zulm) yang dilakukan oleh seseorang. Sesekali alasannya adalah adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang diminta. Jadi, jika membutuhkan peningkatan jumlah barang, sementara kemampuannya menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Disisi lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan permintaannya menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan seseorang.Bisa saja berkaitan dengan sebab yang tidak melibatkan ketidakadilan.Atau sesekali, bisa juga disebabkan oleh ketidakadilan.Maha besar Allah, yang menciptakan kemauan pada hati manusia.
Dari pernyataan diatas terdapat indikasi kenaikan harga yang terjadi disebabkan oleh perbuatan ketidakadilan atau zulm para penjual.Perbuatan ini disebut manipulasi yang mendorong terjadinya ketidaksempurnaan pasar.
Ungkapan Ibnu Taimiyah tersebut juga menggambarkan secara eksplisit bahwa penawaran bisa dating dari produksi domestic dan impor.Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedang permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan.Besar kecilnya kenaikan harga tergantung pada besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan.Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak natural (ilahiyah)[5].
Dalam bukunya, Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyah mengemukakan beberapa factor yang mempengaruhi fluktuasi permintaan dan konsekuensinya terdapat harga:
1.        Kebutuhan manusia sangat beragam dan bervariasi satu sama lain. Kebutuhan tersebut berbeda-beda tergantung pada kelimpahan atau kelangkaan dari barang-barang yang dibutuhkan itu.
2.        Harga sebuah barang bragam tergantung pada tingginya jumlah orang-orang yang melakukan permintaan. Jika jumlah manusia yang membutuhkan sebuah barang sangat banyak, maka hargapun akan bergerak naik terutama jika terutama jika jumlah barang hanya sedikit.
3.        Harga barang juga dipengaruhi oleh besar atau kecilnya kebutuhan terhadap barang dan tingkat ukurannya. Jika kebutuhan sangat besar dan kuat, maka hargapunakan melambung hingga tingkat yang paling maksimal, ketimbang jika kebutuhan itu kecil dan lemah.
4.        Harga barang berfluktuasi juga tergantung pada siapa yang melakukan transaksi pertukaran barang itu.
5.        Harga juga dipengaruhi oleh bentuk alat pembayaran yang digunakan dalam bentuk jual beli, jika yang digunakan umum dipakai, harga akan lebih rendah ketimbang jika membayar dengan uang yang jarang ada diperedaran.
6.        Disebabkan oleh tujuan dari kontrak adanya timbal balik kepemilikan oleh kedua pihak yang melakukan transaksi.
7.        Aplikasi yang sama berlaku bagi seseorang yang meminjam atau menyewa.
Keterangan diatas menujukan betapa Ibnu Taimiyah menghargai mekanisme pasar.

C.      MEKANISME HARGA
1.        Definisi
Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya tarik menarik antara konsumen dan produsen baik dari pasar Output (barang) ataupun input (faktor-faktor produksi)[6]. Adapun harga diartikan sebagai sejumlah uang yang menyatakan nilai tukar suatu unit benda tertentu.
Harga yang adil merupakan harga (nilai barang) yang dibayar untuk objek yang sama diberikan, pada waktu dan tempat yang diserahkan barang tersebut. Definisi harga yang adil juga bisa diambil dari konsep Aquinas yang mendefinisikannya dengan harga kompetitif normal. Yaitu harga yang berada dalam persaingan sempurna yang disebabkan oleh supply dan demand, tidak ada unsur spekulasi.
2.        Konsep harga adil menurut Ibnu Taimiyah
Harga yang adil menurut Ibnu Taimiyah adalah :
“Nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dan diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual ataupun barang-barang yang sejenis lainnya di tempat dan waktu berbeda”[7].
Ada dua terma yang seringkali ditemukan dalam pembahasan Ibnu Taimiyah tentang masalah harga, yakni kompensasi yang setara/adil (‘Iwad al-Mitsl) dan harga yang setara/adil (Tsaman al-Mitsl). Dia berkata :” Kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan itulah esensi dari keadilan (Nafs al-‘Adl)”.
Iwadh al-Mitsl adalah penggantian yang sama yang merupakan nilai harga sepadan dari sebuah benda menurut adat kebiasaan. Adapun Tsaman al-Mitsl adalah nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dapat diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual itu. Keadilan yang dikehendaki oleh Ibnu Taimiyah berhubungan dengan prinsip La Dharar yakni tidak melukai dan tidak merugikan orang lain, dengan berbuat adil maka tidak akan terjadi kezaliman.
Permasalahan tentang kompensasi yang adil muncul ketika membongkar masalah moral atau kewajiban hukum (berkaitan dengan kepemilikan barang). Adapun prinsip-prinsip itu berkaitan dengan kasus-kasus berikut :
1.      Ketika seseorang bertanggung jawab menyebabkan terluka atau rusaknya orang lain (nufus), hak milik (amwal), keperawanan dan keuntungan (manafi).
2.      Ketika seseorang mempunyai kewajiban membayar kembali barang atau profit yang setara atau membayar ganti rugi atas terluka nya salah satu bagian dari anggota tubuhnya.
3.      Ketika seseorang dipertanyakan telah membuat kontrak tidak sah (al-Uqud al-Fasidah) ataupun kontrak yang sah (al-Uqud al-Shalihah) pada peristiwa yang menyimpang (Arsh) dalam kehidupan maupun hak milik.
Kasus-kasus ini tidak merupakan kasus nilai tukar, tetapi sebagai kompensasi atas pelaksaan sebuah kewajiban. Tentang kompensasi yang setara dan harga yang setara, ia menguraikan ada 2 macam jumlah kuantitas yang tercatat dalam kontrak. Pertama, jumlah kuantitas yang sangat akrab di masyarakat, yang biasa mereka gunakan.Kedua, jenis yang tak lazim (nadir), sebagai akibat dari menigkat atau menurunnya kemauan (raghabah) atau factor lainnya.
Dalam analisa ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya.Dalam hukum permintaan diuraikan sifat hubungan antara permintaan barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan menyatakan : “ Makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut”.Begitu juga sebaliknya, hukum penawaran yang menjelaskan tentang hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual.
Ibnu Taimiyah menyebutkan dua sumber penyediaan barang (supply) yaitu produksi lokal dan impor yang diminta. Konsep harga adil Ibnu Taimiyah hanya terjadi pada pasar kompetitif, tidak ada pengaturan yang menggangu keseimbangan harga kecuali jika terjadi suatu usaha-usaha yang menggangu terjadinya keseimbangan, yaitu kondisi dimana semua faktor produksi digunakan secara optimal dan tidak ada idle, sebab harga pasar kompetitif merupakan kecenderungan yang wajar.
Untuk menerapkan harga yang adil Ibnu Taimiyah menentang adanya praktek monopoli terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia.Jika ada sekelompok manusia yang melakukan monopoli maka wajib bagi pemerintah untuk melakukan regulasi atau pengaturan terhadap harga.Tujuan utama dari harga yang adil adalah memelihara keadilan dalam mengadakan transaksi timbal balik diantara masyarakat.
A.      Regulasi harga
Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga-harga barang yang dilakukan oleh pemerintah.Regulasi ini bertujuan untuk memelihara kejujuran dan kemungkinan penduduk bisa memenui kebutuhan pokoknya. Dalam sejarah islam, kebebasan ekonomi sudah dijamin dengan berbagai tradisi masyarakat dan dengan sistem hukumnya. Sebagian orang berpendapat bahwa negara dalam islam tidak boleh mencampuri masalah ekonomi  dengan mengharuskan nilai-nilaidan moralitas atau menjatuhkan sanksi kepada orang yang melanggarnya. Mereka berpendapat seperti tu berdasarkan pada hadits Nabi SAW yang tidak bersedia menetapkan harga walaupun pada saat itu harga sedang melambung tinggi, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA[8]:
“Dari Anas bin Malik RA beliau berkata :harga barang-barang pernah mahal pada masa Rasulullah Saw. Lalu orang-orang berkata : ya Rasulullah harga-harga menjadi mahal,tetapkanlah standar harga untuk kami, lalu Rasulullah bersabda : sesungguhnya Allah lah yang menetapkan harga, yang menahan dan membagikan rizki, dan susungguhnya saya mengharapkan agar saya dapat berjumpa dengan Allah Swt dalam keadaan tidak seorangpun diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpaham darah (pembunuh) dan harta”. Driwayatkan oleh perawi yang lima kecuali an-Nasai. Menurut Ibnu Taimiyah, hadis tersebut mengungkapkan bahwa nabi Saw tidak ingin ikut campur dalam masalah regulasi harga-harga barang. Akan tetapi hal tersebut diakibatkan oleh kenikan harga yang dipicu kondisi objektif pasar di Madinah, bukan karena kecurangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang ingin mengejar keuntungan belaka.Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa kenaikan harga barang-barang pada masa Nabi Saw dikarenakan oleh bekerjanya mekanisme pasar.
Ibnu Taimiyah membedakan dua tipe pengaturan (regulasi) harga, yaitu regulasi harga yang tidak adil diantaranya pengaturan yang termasuk kezaliman dan regulasi harga yang adil dan dibolehkan.Pada kondisi terjadinya ketidaksempurnaan pasar, Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah.Dalam kitabnya al-Hisbah penetapan harga diperlukan untuk mencegah manusia menjual makanan dan barang hanya pada kelompok tertentu dengan harga yang ditetapkan sesuai keinginan mereka.

D.      HAK MILIK
Dalam islam, Allah lah pemilik yang sesungguhnya dan mutlak. Menurut Ibnu Taimiyah, penggunaan hak milik dimungkinkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
·           Hak milik individu. Setiap individu memiliki hak untuk menikmati hak miliknya, menggunakannya secara produktif, memindahkannya dan melindunginya dari pemubaziran. Ia tidak boleh menggunakannya secara berlebihan untuk tujuan bermewah-mewahan.
·           Hak milik sosial atau kolektif. Hak milik sosial memiliki bentuk yang bermacam-macam. Misalnya, sebuah objek bisa saja dimiliki oleh dua orang atau lebih, organisasi atau asosiasi. Contoh penting dari kepemilikan bersama adalah anugerah alam, seperti air, rumput dan api yang juga disebutkan dalam hadis Rasulullah Saw. “manusia itu berserikat (dalam pemanfaatan) tiga hal, yaitu air, rumput dan api”. (HR Ahmad bin Hambal). Salah satu alas an dari keharusan pemilikan kolektif terhadap obyek-obyek alam adalah semua itu diberikan oleh Allah seacara gratis dan semua itu demi kepentingan umum.
·           Hak milik Negara. Negara membutuhkan hak milik untu memperoleh pendapatan, sumber-sumber penghasilan dan kekuasaan untuk melaksanakan kewajibannya, seperti untuk menyelenggarakan pendidikan, regenerasi moral, memelihara keadilan, memelihara hukum dan secara umum melindungi seluruh kepentingan material dan spiritual penduduk. Menurut Ibnu Taimiyah, sumber utama dari pendapatan negada adalah zakat dan harta rampasan perang (ghanimah)[9].

E.       PERANAN PEMERINTAH DALAM KEBIJAKAN EKONOMI
Ibnu Taimiyah , seperti halnya para pemikir islam lainnya menyatakan bahwa pemerintah merupakan institusi yang sangat dibutuhkan. Ia memberi dua alasan dalam menetapkan Negara dan kepemimpinan negara seperti apa adanya. Tujuan dari sebuah pemerintahan : “Tujuan terbesar dari negara adalah mengajak penduduknya melaksanakan kebaikan dan mencegah mereka berbuat munkar”.
1.        Menghilangkan kemiskinan
Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, seseorang harus hidup sejahtera dan tidak tergantung pada orang lain, sehingga mereka mampu memenuhi sejumlah kewajibannya dan keharusan agamanya.Menjadi kewajiban sebuah Negara untuk membantu penduduk mampu mencapai kondisi finansial yang lebih besar.
2.        Regulasi harga
Menurut Ibnu Taimiyah, bahwa pemerintah memiliki otoritas penuh untuk menetapkan harga, manakala didapati adana ketidaksempurnaan pasar yang mengganggu jalannya perekonomian negara. Penetapan upah buru sebagai bagian dari tanggung jawab negara untuk memecahkan perselisihan antara majikan dan karyawan yang biasanya secara umum berkaitan dengan upah. Ibnu Taimiyah melihat tenaga kerja merupakan jasa yang ikut mempengaruhi harga pasar, karena itu menetapkan upah analog dengan penetapan harga, yakni dlam pengertian menetapkan harga tenaga kerja (ta’sir fi al-maal).
3.        Kebijakan moneter
Negara bertanggung jawab untuk mengontrol ekspansi mata uang dan untuk mengawasi penurunan nilai uang, yang keduanya dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi. Negara harus sejauh mungkin menghindari anggaran keuangan yang deficit dan ekspansi mata uang yang tak terbatas, sebab akan mengakibatkan timbulnya inflasi dan menciptakan ketidakpercayaan publik atas mata uang yang bersangkutan.
Ibnu Taimiyah sangat jelas memegang pentingnya kebijakan moneter bagi stabilitas ekonomi.Uang harus dinilai sebagai pengukur harga dan alat pertukaran.
4.        Perencanaan ekonomi
Tak ada satupun pemerintahan yang menolak kebutuhan pengembangan ekonomi secara menyeluruh. Sebagai salah satu cara yang efektif mencapainya adalah melalui perencanaan ekonomi. Salah satu pemikiran penting adalah konsep Ibnu Taimiyah terhadap industry pertanian, pemintalan dan sebagainya.Jika kegiatan secara sukarela gagal untuk memenuhi persediaan barang-barang yang dibutuhkan penduduk, maka Negara harus mengambil alih tugas tersebut untuk mengatur kebutuhan suplai yang layak.Dalam kitab al-Fatawa, disebutkan bahwa sebuah pertimbangan untuk menjadikan bagian dari pembiayaan public diperlukan untuk membangun kanal, jembatan, jalan dan sebagainya.Disebutkan juga bahwa kekayaan yang tak mempunyai ahli waris dan barang hilang yang tak jelas pemiliknya dapat dijadikan sumber pendapatan negara untuk membiayai utilitas umum.
Demi merealisasikan tujuan yang akan dicapai dalam perencanaan ekonomi, suatu negara membutuhkan institusi yang guna nya untuk mengawasi laju pertumbuhan ekonomi negara tersebut yang dikenal dengan sebutan Institusi Hisbah. Ibnu Taimiyah mendefinisikannya sebagai lembaga yang berfungsi untuk memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah keburukan[10].


























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pemikiran Ibnu Taimiyah merupakan hasil dialog kritis dengan dengan fenomena sosial, ekonomi dan politik pada zamannya. Ia telah memberikan inspirasi tentang bagaimana sebuah Negara berperan dalam pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi. Solusi yang ditawarkan Ibnu Taimiyah adalah negara hendaknya menjadi supervisor moralitas pembangunan untuk menyadarkan rakyatnya bahwa betapa pentingnya norma moral dan nilai etika sebagai asas pembangunan dan dapat mewujudkannya dalam kehidupan perekonomian.
Hasil renungan dan pemikiran seorang Ibnu Taimiyah sebenarnya tidaklah terbatas hanya pada persoalan ekonomi saja, lebih dari iu mencakup sebagian aspek kehidupan dalam negara dan agama. Tapi dalam bahasan kali ini, hanya mengedepankan aspek ekonomi yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
a)        Pemikiran Ibnu Taimiyah yang pertama membahsa tentang masalah harga yang adil, yang oleh beliau dikelompokkan menjadi dua terma, yakni kompenssi yang setara ( ‘Iwad al-Mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-Mitsl). Dimanapun, ia membedakan antara dua jenis harga : harga yang tak adil dan terlarang serta harga yang adil dan disukai.
b)        Persolan tentang mekanisme pasar, Ibnu Taimiyah memiliki padangan yang jernih bagaimana dalam sebuah pasar bebas, harga dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.
c)        Pasar dalam islam adalah elemen yang tidak bekerja sendiri sehingga ia menjadi satu dengan individu, masyarakat, dan Negara. Semua elemen tersebut saling terkait dan bekerja satu dengan lainnya mewujudkan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Islam mengakui mekanisme pasar dengan syarat berjalan fair, wjar, suka sama suka dan tidak ada distorsi. Namun dapat disadari bahwa mekanisme pasar tidak selamanya berjalan sempurna, seringkali terjadi distorsi. Untuk itu islam memandang penting pembentukan lembaga pengawas (Institusi Hisbah).
d)       Terakhir mengenai hak milik, beliau mengelompokkannya menjadi tiga bagian : hak milik pribadi, kelompok (sosial) dan negara, yang ketiganya memiliki definisi dan hak yang berbeda-beda.

















DAFTAR PUSTAKA

Amalia Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok: Gramata Publishing,2010).
A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997).
Karim,  Adiwarman Azwar, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001).

Rahardja,Pratama dkk, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar, (Jakarta: LPFEUI, 1991).








[1] Euis Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Jakarta: Grama Publishing, 1996).  Hal. 206.
[2] Ibid,. Hal.207.
[3] Adiwarman Aswar Karim. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. (Jakarta: Gema Insani Press, 2001).  Hal. 160-162.
[4] Pratama Rahardja dan Mandala Manurung. Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar. (Jakarta: LPFEUI, 1991). Hal. 26.
[5] Amalia. Op.Cit. Hal. 208
[6] Ibid,. Hal. 209
[7]Euis Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Jakarta:  Grama Publishing. 1996).  Hal. 210.
[8] Ibid,. Hal. 214.
[9] A.A Islahi. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. (PT. Bina Ilmu, 1997).  Hal. 138-144.
[10] Ibid,. Hal.227-232

1 comment:

  1. QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE

    ReplyDelete